Minggu, 29 Agustus 2010

JUAL PENUTUP KEPALA BLANGKON

DAFTAR HARGA BLANGKON

Blangkon gaya Jogja, Blangkon model Jogja

Blangkon Jogja (kode A)
ukuran : (dewasa)
harga : Rp 95.000,_
kegunaan : untuk menghadiri upacara adat, koleksi, suvenir, oleh-oleh, dll


Blangkon gaya Solo, Blangkon model Solo

Blangkon Solo (kode B)
ukuran : (dewasa)
harga : Rp. 95.000,_
kegunaan : untuk menghadiri upacara adat, koleksi, suvenir, oleh-oleh, dll


Blangkon gaya Solo untuk anak, Blangkon Model Solo

Blangkon Solo (kode C)
ukuran : (untuk anak-anak)
harga : Rp. 62.000,_
kegunaan : untuk menghadiri upacara adat, koleksi, suvenir, oleh-oleh, dll



Hubungi :
SMS dan Telpon
simpati = 081-22-7007-444


WhatsApp : 081227007444 

SMS dan Telepon
: 081227007444 (telkomsel)
: 081229316777 (telkomsel)

Email : toko.kartika@yahoo.com

FanPage FB : Rumah Dannis Bantul
Facebook : toko.kartika@yahoo.com


Follow Twitter : @TokoKartika


menjual blangkon gaya jogja dan solo, kwalitas istimewa, dikerjakan dengan tangan, pembelian grosir dan eceran kami layani, barang dikirim sampai rumah, blangkon murah, blankon, belangkon, ikat kepala khas jogja,

email : arisnugroho123@gmail.com
http://toko-malioboro.blogspot.com

Sabtu, 17 April 2010

Jogja Masih Sekadar Kota Singgahan

Sabtu, 17 April 2010, 16:43 WIB
Joko Widiyarso - GudegNet


Saat ini, sebagai kota pariwisata, Jogja masih dalam kategori sebagai kota singgahan oleh sejumlah wisatawan khususnya wisatawan mancanegara. Tujuan utama mereka sebagian besar masih didominasi ke pulau Bali.

"Sampai sekarang Yogyakarta masih dianggap sebagai tempat singgah semata bagi wisatawan asing," kata Regional Director of Sales and Marketing Accor Yogyakarta Hotels, Aneeta Dwi di The Phoenix Hotel Yogyakarta, Sabtu (17/4).

Untuk itu, Aneeta menyatakan bahwa seluruh pihak yang terkait dengan pariwisata Jogja harus bekerjasama untuk menyamakan visi dalam tujuannya dalam mempromosikan pariwisata Jogja yang mungkin saja tidak kalah dengan Bali.

"Harus ada inovasi pariwisata di Jogja. Paling tidak kita bisa menambah waktu tinggal wisatawan ke Jogja yang rata-rata hanya selama tiga hari saja," paparnya.

Menurutnya, secara umum potensi pariwisata Jogja tak kalah dengan Bali. "Jogja punya Candi dan sekarang ini yang mulai banyak diminati oleh wisatawan yaitu desa wisata," ujarnya seraya menyatakan bahwa faktor keamanan adalah faktor yang paling penting bagi wisatawan.

Sementara itu sejumlah pihak travel agent yang tergabung adalah Asosiasi Biro Perjalanan Wisata atau Association of the Indonesia Tour & Travel Agency (ASITA) DIY menggelar kegiatan 'Coffee Morning' yang merupakan ajang berkumpul dan berdialog antara pihak biro perjalanan perjalanan dan hotel.

Salah satu pencetus 'Coffee Morning', Andri Sasmita menyatakan kegiatan tersebut sangat penting bagi kedua belah pihak yakni biro perjalanan wisata dan hotel terkait dengan bagaimana mendatangkan dan melayani wisatawan yang berkunjung ke Jogja.

"Event ini sebetulnya berawal dari ngobrol biasa, namun ternyata dampak multipliernya cukup luas, hingga sering sampai transaksi antar pelaku bisnis travel dan hotel," ujar pria yang juga jadi pengurus ASITA DIY tersebut.

Andri menyatakan, sinergi antar pelaku wisata merupakan hal yang sangat penting dan harus diperhatikan, apalagi oleh kalangan travel agent. Saat ini, hampir 85 persen wisatawan yang menuju Jogja, menurutnya berasal dari travel agent. "Pemasaran sebaiknya tidak dilakukan sendiri-sendiri, lebih baik bersama-sama karena lebih efektif dalam hal jaringan," paparnya.

Andri yang juga sebagai Direktur Operasional Java Travel mengaku industri pariwisata di Jogja cukup prospektif. "Wisatawan asing ke Yogyakarta masih bagus, sekarang dari Eropa juga mulai banyak, termasuk pasar yang baru dari Rusia meski kebanyakan masih one day trip, ujar pelaku wisata yang telah terjun dalam dunia travel sejak tahun 1998.

Tahun lalu saja, dari catatanya, tahun 2008 lalu wisatawan asal Spanyol tercatat sebanyak 120 arrival, dan meningkat menjadi 156 arrival di tahun 2009. Tahun ini ia memprediksikan perkembangannya hampir sama dengan tahun lalu, meski terjadi keterlambatan reservasi akibat momen internasional yang terjadi, termasuk Piala Dunia di Afrika Selatan.



http://gudeg.net/id/news/2010/04/5484/Jogja-Masih-Sekadar-Kota-Singgahan.html

Minggu, 21 Maret 2010

Visi dan Misi Pemerintah Daerah

Brand Jogja Never Ending Asia


Visi dan Misi Pemerintah Daerah

F I L O S O F I
DASAR FILOSOFI PEMBANGUNAN DAERAH

Dasar filosofi pembangunan daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta adalah Hamemayu Hayuning Bawana, sebagai cita-cita luhur untuk menyempurnakan tata nilai kehidupan masyarakat Yogyakarta berdasarkan nilai budaya daerah yang perlu dilestarikan dan dikembangkan.

Hakekat budaya adalah hasil cipta, karsa dan rasa, yang diyakini masyarakat sebagai sesuatu yang benar dan indah. Demikian pula budaya daerah di DIY, yang diyakini oleh masyarakat sebagai salah satu acuhan dalam hidup bermasyarakat, baik ke dalam (Intern) maupun ke luar (Extern). Secara filosofis, budaya Jawa khususnya Budaya DIY dapat digunakan sebagai sarana untuk Hamemayu Hayuning Bawana. Ini berarti bahwa Budaya tersebut bertujuan untuk mewujudkan masyarakat ayom ayem tata, titi, tentrem karta raharja. Dengan perkataan lain, budaya tersebut akan bermuara pada kehidupan masyarakat yang penuh dengan kedamaian, baik ke dalam maupun ke luar.

Perjuangan untuk mensejahterakan masyarakat telah diupayakan dan dilaksanakan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX, dan diteruskan oleh pengganti beliau, tetap dengan semangat Hamemayu Hayuning Bawana, yang artinya Kewajiban melindungi, memelihara, serta membina keselamatan dunia dan lebih mementingkan berkarya untuk masyarakat dari pada memenuhi ambisi pribadi. Dunia yang dimaksud inipun mencakup seluruh peri kehidupan dalam sekala kecil, yaitu Keluarga ataupun masyarakat dan lingkungan hidupnya, dengan mengutamakan Dharma Bhakti untuk kehidupan orang banyak, tidak mementingkan diri sendiri.


VISI PEMBANGUNAN DAERAH

Bertitik tolak dari kondisi dan potensi diatas, maka visi pembangunan daerah adalah sebagai berikit :

Terwujudnya pembangunan Regional sebagai wahana menuju pada kondisi Daerah Istimewa Yogyakarta pada Tahun 2020 sebagai pusat pendidikan, budaya dan Daerah tujuan wisata terkemuka, dalam lingkung-an masyarakat yang maju, mandiri, sejahtera lahir batin didukung oleh nilai-nilai kejuangan dan pemerintah yang bersih dalam pemerintahan yang baik dengan mengembangkan Ketahanan Sosial Budaya dan sumberdaya berkelanjutan.

Kondisi yang secara bertahap ingin dicapai dengan ditetapkannya visi tersebut, antara lain :

1. Terbentuk citra Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai wilayah pengem-bangan sosiokultural dan sosioekonomi yang dinamis dan inovatif, berbasis pada ilmu pengetahuan dan teknologi maju serta moral masyarakat yang berlandaskan iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

2. Tersedianya lapangan kerja yang memberikan penghasilan yang cukup bagi masyarakat secara adil dan merata .

3. Terciptanya tingkat kesehatan dan gizi masyarakat yang cukup baik, sehingga sumber daya manusia yang maju, mandiri dan sejahtera dalam lingkungan yang sehat, sehingga dapat diandalkan dalam persaingan global.

4. Terciptanya kondisi yang kondusif bagi partisipasi masyarakat secara luas dalam pembangunan daerah yang bertumpu pada tata nilai budaya serta sumberdaya yang berkelanjutan, dengan mengembangkan kerukunan hidup antar komponen masyarakat, baik antara agama, suku dan budaya .

5. Terciptanya masyarakat yang menghormati dan menegakkan Hak Azasi Manusia (HAM) dalam segala aspek kehidupan .

6. Terlaksananya pelayanan pemerintah yang handal, effisien dan transparan didalam suasana kehidupan yang aman dan tentram dalam kerangka otonomi daerah.


MISI PEMBANGUNAN DAERAH

Berdasarkan visi pembangunan serta kondisi daerah yang diharapkan akan terbentuk secara bertahap tersebut diatas, maka ditetapkan misi pem-bangunan daerah, sebagai berikut :

1. Menjadikan Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai Pusat Pendidikan Terkemuka di Indonesia yang didukung oleh masyarakat yang berilmu pe-ngetahuan dan teknologi (IPTEK) tinggi .

2. Menjadikan Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai Pusat Kebudayaan Terkemuka di Indonesia dengan Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat seba-gai Pusat Budaya, dan bertaqwa (IMTAQ), serta mampu memilih dan me-nyerap Budaya Modern yang positif dan tetap melestarikan Budaya Daerah .

3. Menjadikan Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai daerah otonom yang maju dan didukung oleh aparatur yang terpercaya, professional, trans-paran dan akuntabel, menuju penyelenggaraan kepemerintahan yang baik, demokratis dan berlandaskan pada supremasi hukum dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia .
4. Menjadikan Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai wilayah pembangunan yang terpadu, komplementatif dan sinergi antar Wilayah dan antar sektor yang efisien dan efektif serta didukung pelibatan secara langsung dan aktif peran masyarakat dalam pembangunan daerah, melalui ketahanan social budaya dan ketahanan sumberdaya, yang berwawasan lingkungan, untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

5. Menjadikan Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai Daerah Tujuan Wisata MICE (Meeting Incentive, Conference and exibition) utama di Indonesia dan sekaligus mengembalikan posisi DIY sebagai Daerah Tujuan Wisata kedua setelah Bali, yang didukung posisi Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai simpul strategis dan penting dalam perhubungan dan komunikasi di Pulau Jawa .

6. Menjadikan Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai Wilayah pengembangan Industri sedang dan kecil non polutan serta industri rumah tangga modern yang didukung oleh pengembangan teknologi tepat guna dan sepadan seni daerah dalam rangka mendukung pengembangan pariwisata daerah dan permintaan pasar global.

Menjadikan Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai wilayah pengembangan pertanian dalam arti luas (Pertanian tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan dan kehutanan) yang didukung oleh berkembangnya perekonomian rakyat yang berkualitas dalam rangka memenuhi tuntutan pasar local, regional dan global dengan produk Agrobisnis dan Agroindustri yang kompetitif.

Senin, 08 Maret 2010

Sejarah Kota

SEJARAH KOTA YOGYAKARTA

LAMBANG KOTA YOGYAKARTA












Berdirinya Kota Yogyakarta berawal dari adanya Perjanjian Gianti pada Tanggal 13 Februari 1755 yang ditandatangani Kompeni Belanda di bawah tanda tangan Gubernur Nicholas Hartingh atas nama Gubernur Jendral Jacob Mossel. Isi Perjanjian Gianti : Negara Mataram dibagi dua : Setengah masih menjadi Hak Kerajaan Surakarta, setengah lagi menjadi Hak Pangeran Mangkubumi. Dalam perjanjian itu pula Pengeran Mangkubumi diakui menjadi Raja atas setengah daerah Pedalaman Kerajaan Jawa dengan Gelar Sultan Hamengku Buwono Senopati Ing Alega Abdul Rachman Sayidin Panatagama Khalifatullah.

Adapun daerah-daerah yang menjadi kekuasaannya adalah Mataram (Yogyakarta), Pojong, Sukowati, Bagelen, Kedu, Bumigede dan ditambah daerah mancanegara yaitu; Madiun, Magetan, Cirebon, Separuh Pacitan, Kartosuro, Kalangbret, Tulungagung, Mojokerto, Bojonegoro, Ngawen, Sela, Kuwu, Wonosari, Grobogan.

Setelah selesai Perjanjian Pembagian Daerah itu, Pengeran Mangkubumi yang bergelar Sultan Hamengku Buwono I segera menetapkan bahwa Daerah Mataram yang ada di dalam kekuasaannya itu diberi nama Ngayogyakarta Hadiningrat dan beribukota di Ngayogyakarta (Yogyakarta). Ketetapan ini diumumkan pada tanggal 13 Maret 1755.

Tempat yang dipilih menjadi ibukota dan pusat pemerintahan ini ialah Hutan yang disebut Beringin, dimana telah ada sebuah desa kecil bernama Pachetokan, sedang disana terdapat suatu pesanggrahan dinamai Garjitowati, yang dibuat oleh Susuhunan Paku Buwono II dulu dan namanya kemudian diubah menjadi Ayodya. Setelah penetapan tersebut diatas diumumkan, Sultan Hamengku Buwono segera memerintahkan kepada rakyat membabad hutan tadi untuk didirikan Kraton.

Sebelum Kraton itu jadi, Sultan Hamengku Buwono I berkenan menempati pasanggrahan Ambarketawang daerah Gamping, yang tengah dikerjakan juga. Menempatinya pesanggrahan tersebut resminya pada tanggal 9 Oktober 1755. Dari tempat inilah beliau selalu mengawasi dan mengatur pembangunan kraton yang sedang dikerjakan.

Setahun kemudian Sultan Hamengku Buwono I berkenan memasuki Istana Baru sebagai peresmiannya. Dengan demikian berdirilah Kota Yogyakarta atau dengan nama utuhnya ialah Negari Ngayogyakarta Hadiningrat. Pesanggrahan Ambarketawang ditinggalkan oleh Sultan Hamengku Buwono untuk berpindah menetap di Kraton yang baru. Peresmian mana terjadi Tanggal 7 Oktober 1756

Kota Yogyakarta dibangun pada tahun 1755, bersamaan dengan dibangunnya Kerajaan Ngayogyakarta Hadiningrat oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I di Hutan Beringin, suatu kawasan diantara sungai Winongo dan sungai Code dimana lokasi tersebut nampak strategi menurut segi pertahanan keamanan pada waktu itu
Sesudah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII menerima piagam pengangkatan menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur Propinsi DIY dari Presiden RI, selanjutnya pada tanggal 5 September 1945 beliau mengeluarkan amanat yang menyatakan bahwa daerah Kesultanan dan daerah Pakualaman merupakan Daerah Istimewa yang menjadi bagian dari Republik Indonesia menurut pasal 18 UUD 1945. Dan pada tanggal 30 Oktober 1945, beliau mengeluarkan amanat kedua yang menyatakan bahwa pelaksanaan Pemerintahan di Daerah Istimewa Yogyakarta akan dilakukan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII bersama-sama Badan Pekerja Komite Nasional

Meskipun Kota Yogyakarta baik yang menjadi bagian dari Kesultanan maupun yang menjadi bagian dari Pakualaman telah dapat membentuk suatu DPR Kota dan Dewan Pemerintahan Kota yang dipimpin oleh kedua Bupati Kota Kasultanan dan Pakualaman, tetapi Kota Yogyakarta belum menjadi Kota Praja atau Kota Otonom, sebab kekuasaan otonomi yang meliputi berbagai bidang pemerintahan massih tetap berada di tangan Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta.

Kota Yogyakarta yang meliputi daerah Kasultanan dan Pakualaman baru menjadi Kota Praja atau Kota Otonomi dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1947, dalam pasal I menyatakan bahwa Kabupaten Kota Yogyakarta yang meliputi wilayah Kasultanan dan Pakualaman serta beberapa daerah dari Kabupaten Bantul yang sekarang menjadi Kecamatan Kotagede dan Umbulharjo ditetapkan sebagai daerah yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Daerah tersebut dinamakan Haminte Kota Yogyakaarta.
Untuk melaksanakan otonomi tersebut Walikota pertama yang dijabat oleh Ir.Moh Enoh mengalami kesulitan karena wilayah tersebut masih merupakan bagian dari Daerah Istimewa Yogyakarta dan statusnya belum dilepas. Hal itu semakin nyata dengan adanya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, di mana Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai Tingkat I dan Kotapraja Yogyakarta sebagai Tingkat II yang menjadi bagian Daerah Istimewa Yogyakarta.

Selanjutnya Walikota kedua dijabat oleh Mr.Soedarisman Poerwokusumo yang kedudukannya juga sebagai Badan Pemerintah Harian serta merangkap menjadi Pimpinan Legislatif yang pada waktu itu bernama DPR-GR dengan anggota 25 orang. DPRD Kota Yogyakarta baru dibentuk pada tanggal 5 Mei 1958 dengan anggota 20 orang sebagai hasil Pemilu 1955.
Dengan kembali ke UUD 1945 melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959, maka Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957 diganti dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965 tentang pokok-pokok Pemerintahan di Daerah, tugas Kepala Daerah dan DPRD dipisahkan dan dibentuk Wakil Kepala Daerah dan badan Pemerintah Harian serta sebutan Kota Praja diganti Kotamadya Yogyakarta.

Atas dasar Tap MPRS Nomor XXI/MPRS/1966 dikeluarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah. Berdasarkan Undang-undang tersebut, DIY merupakan Propinsi dan juga Daerah Tingkat I yang dipimpin oleh Kepala Daerah dengan sebutan Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta dan Wakil Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta yang tidak terikat oleh ketentuan masa jabatan, syarat dan cara pengankatan bagi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah lainnya, khususnya bagi beliiau Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII. Sedangkan Kotamadya Yogyakarta merupakan daerah Tingkat II yang dipimpin oleh Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II dimana terikat oleh ketentuan masa jabatan, syarat dan cara pengangkatan bagi kepala Daerah Tingkat II seperti yang lain.

Seiring dengan bergulirnya era reformasi, tuntutan untuk menyelenggarakan pemerintahan di daerah secara otonom semakin mengemuka, maka keluarlah Undang-undang No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang mengatur kewenangan Daerah menyelenggarakan otonomi daerah secara luas,nyata dan bertanggung jawab. Sesuai UU ini maka sebutan untuk Kotamadya Dati II Yogyakarta diubah menjadi Kota Yogyakarta sedangkan untuk pemerintahannya disebut denan Pemerintahan Kota Yogyakarta dengan Walikota Yogyakarta sebagai Kepala Daerahnya.





http://www.jogjakota.go.id/index/extra.detail/21

Visi dan Misi

VISI KOTA YOGYAKARTA

Terwujudnya Kota Yogyakarta sebagai Kota Pendidikan yang berkualitas, Pariwisata yang berbudaya, pertumbuhan dan pelayanan jasa yang prima, ramah lingkungan serta masyarakat madani yang dijiwai semangat Mangayu Hayuning Bawana

MISI KOTA YOGYAKARTA

1. Menjadikan dan mewujudkan lembaga pendidikan formal, non formal dan sumber daya manusia yang mampu menguasai ilmu pengetahuan dan tehnologi serta kompetitif dalam rangka mengembangkan pendidikan yang berkualitas.
2. Menjadikan dan mewujudkan pariwisata , seni dan budaya sebagai unggulan daerah dalam rangka mengembangkan kota sebagai kota pariwisata yang berbudaya.
3. Menjadikan dan mewujudkan Kota Yogyakarta sebagai motor penggerak pertumbuhan dan pelayanan jasa yang prima untuk wilayah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan mengembangkan sistem ekonomi kerakyatan .
4. Menjadikan dan mewujudkan masyarakat yang menyadari arti pentingnya kelestarian lingkungan yang dijiwai semangat ikut memiliki/handarbeni.
5. Menjadikan dan mewujudkan masyarakat demokrasi yang dijiwai oleh sikap kebangsaan Indonesia yang berketuhanan, berkemanusiaan yang adil dan beradab, berkerakyatan dan berkeadilan sosial dengan semangat persatuan dan kesatuan.


http://www.jogjakota.go.id/index/extra.detail/20

Aktualita Jogja

PENGUMUMAN KEGIATAN

Kegiatan Pemerintah Kota Yogyakarta tahun 2010 diumumkan. Pengumuman kegiatan yang dilaksanakan secara terbuka di Ruang Utama Atas Balaikota Yogyakarta, Kamis, (11/02) dihadiri Walikota Yogyakarta , H. Herry Zudianto, Wakil Ketua II DPRD Kota Yogyakara Agung Damar Kusumandaru SE, Ketua KADIN Kota Yogyakarta Endang Hastuti, Asosiasi LPMK, para Ketua LPMK sekota Yogyakarta, Asosiasi dan perwakilan penyedia barang dan jasa dan kepala SKPD di lingkungan Pemkot Yogyakarta.

Kepala Bagian Pengendalian Pembangunan Kota Yogyakarta, Ir. Edy Muhammmad melaporkan kegiatan Pemerintah Kota Yogyakarta yang dikelola 33 Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) atau Unit Kerja menyerap dana sebesar Rp. 76.313.157.510,-. Anggaran sebesar ini akan dialokasikan untuk 609 paket pekerjaan dari 208 kegiatan. Dijelaskan paket pekerjaan tersebut terdiri atas jasa kontruksi sebanyak 167 paket, jasa konsultasi sebanyak 41 paket dan jasa lainnya sebanyak 220 paket serta pengadaan barang sebanyak 182 paket. Edy menambahkan paket – paket pekerjaan tersebut yang dilaksanakan dengan pelelangan atau seleksi umum sebanyak 96 paket dengan nilai Rp. 55.554.515.635. Sedangkan, melalui pemilihan atau seleksi langsung sebanyak 126 paket dengan nilai Rp. 10.665.189.639 dan penunjukan langsung sebanyak 387 paket dengan nila Rp. 10.665. 189.639.

Pada tahun 2010, Pemkot mengeluarkan kebijakan yaitu paket pekerjaan dengan nilai 100 juta keatas dilaksanakan dengan menggunakan aplikasi Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) dan melalui Unit Pelaanan Pengadaan (ULP). Sedang untuk paket pekerjaan sampai dengan Rp.100 juta dilaksanakan oleh masing-masing SKPD atau Unit Kerja. “Kebijakan menggunakan aplikasi LPSE sebagai antisipasi program nasional dimana pada tahun 2011 diharapkan semua pemerintah daerah wajib menggunakan E-Procuremant atau aplikasi LPSE,” tambah Edy.

Walikota Yogyakarta dalam sambutannya mengatakan salah satu cara bagaimana Indonesia bisa merdeka, maju, berdaulat, sejahtera, dan bermartabat adalah melalui pembangunan ekonomi. Salah satunya adalah bagaimana menumbuhkan stimulan–stimulan pertumbuhan ekonomi. “Kalau kita bicara kesejahteraan pasti kita akan membicarakan pembangunan ekonomi, dan pertumbuhan ekonomi. Disitu kita akan bicara kegiatan ekonomi, kenaikan pendapatan, dan daya saing, fiskal, moneter, dan sampai kita bicara infrastruktur,” ujar Herry. Herry menyatakan pembangunan infrastruktur yang baik, akan menimbulkan stimulan ekonomi, yang menjadikan masyarakat menjadi lebih berdaya secara individual, kelompok, maupun secara kelembagaan. Sementara itu, Walikota berharap Dewan sebagai mitra pemerintah terus melakukan pengawasan terhadap Pemkot dan memonitoring dunia swasta yang bermitra dengan Pemkot .

Endang Hastuti Ketua KADIN Kota Yogyakarta berharap pihak Pemkot Yogyakarta mengumumkan kegiatan secara transparan melalui prosedur yang jelas dan tidak diskriminatif serta memberikan informasi yang lengkap kepada pengusaha. Endang juga berharap agar para pengusaha bekerja secara professional dan mandiri, tidak saling mempengaruhi baik langsung maupun tidak langsung , menerima dan bertanggungjawab atas segala keputusan yang ditunjuk sesuai dengan kesepakatan. Menghindari dan mencegah terjadinya pertentangan kepentingan para pihak yang terkait , menghindari dan mencegah terjadinya pemborosan dan kebocoran keuangan negara, serta penyalagunaan wewenang atau kolusi dengan tujuan untuk kepentingan pribadi atau pihak lain secara langsung. Tidak menawarkan atau menjanjiikan untuk memberi hadiah, imbalan komisi, dan berupa apa saja kepada siapapun yang diketahui berkaitan dengan pengadaan barang dan jasa.
Pada kesempatan itu, Wakil ketua II DPRD Kota Yogyakarta. Agung Damar Kusumandaru,SE. mengatakan secara kelembagaan DPRD Kota Yogyakarta menyambut baik dan memberikan apresiasi terhadap kebijakan Pemkot Yogyakarta untuk mengumumkan secara terbuka kegiatannya. Namun, Agung menghimbau agar pada setiap proses tahapan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien dengan mengedepankan prinsip kehati-hatian, persaingan sehat, transparansi, terbuka dan tidak diskriminatif. Sehingga hasilnya dapat dipertanggung-jawabkan baik dari sisi fisik keuangan maupun manfaat bagi kelancaran tugas pemerintahan dan pelayanan kepada amsyarakat. “Sebagai mitra penyelenggara pemerintahan di kota Yogyakarta Dewan sudah pastikan mendukung setiap kebijakan yang dikeluarkan Pemkot manakala manfaatnya benar-benar dirasakan oleh masyarakat umum,” ungkap Agung. Damar. (@mix)

http://www.jogjakota.go.id/index/extra.detail/2829/pengumuman-kegiatan.html

Sabtu, 27 Februari 2010

Gunungan Grebeg Syawal Diserbu Warga Yogyakarta

Keraton Gelar Kirab Gunungan Grebeg Maulud

Warga masih percaya bahwa gunungan itu membawa berkah.

Jum'at, 26 Februari 2010
Ita Lismawati F. Malau



VIVAnews - Bertepatan dengan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, Jumat 26 Februari 2010, Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat menggelar kirap Gunungan Grebeg Maulud dari Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat menuju Masjid Gedhe atau Masjid Agung Kauman, melewat Alun-alun Utara Kota Yogyakarta.

Meski kirap Gunungan Grebeg Maulud ini digelar setiap tahun, namun tetap saja menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat Yogyakarta dan sekitarnya. Bahkan ritual budaya ini juga mendapatkan perhatian yang cukup banyak dari para wisatawan yang ingin melihat kirap Gunungan Grebed Maulud serta mengabadikannya.

Ribuan warga Yogyakarta dan sekitarnya serta wisatawan mancanegara sejak pagi sudah mulai memadati alun-alun utara. Dengan berdesak desakan ribuan pasang mata ini melihat kirab gunungan Grebeg Maulud yang mulai bergerak dari Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat menuju Alun-Alun Utara dan berakhir di Masjid Gedhe untuk didoakan oleh penghulu keraton yang selanjutnya Gunungan Grebeg Maulud itu diperebutkan oleh masyarakat.

Jalannya prosesi upacara tradisional Grebeg Maulud diawali dengan iring-iringan Gunungan Lanang, Wadon, Gepak, Pawuhan dan Dharat serta Gunungan Bromo yang dikeluarkan dari dalam Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat melewati Siti Hinggil, Pagelaran, Alun-Alun Utara hingga berakhir di halaman masjid Gede Kauman Yogyakarta.

Khusus upacara tradisional Gregeg Maulud tahun ini Gunungan yang dikirap ditambah satu Gunungan yang diberi nama Gunungan Bromo karena bertepatan dengan tahun Dal (tahun dalam kalender jawa).

Setelah didoakan oleh Penghulu Keraton di Masjid Gedhe, Gunungan akan ditarik kembali ke Keraton untuk diperebutkan Abdi Dalem. Selain itu, dalam kirab Grebeg Maulud, juga ditampilkan gajah-gajah yang dinaiki oleh pawang-pawangnya sebanyak 8 ekor mengiringi jalannya kirab Gunungan dari Keraton menuju Masjid Gedhe.

Gunungan yang dibuat dari bahan makanan seperti sayur-sayuran, kacang, cabai merah, ubi dan beberapa pelengkap yang terbuat dari ketan dan dibentuk menyerupai gunung, yang melambangkan kemakmuran dan kekayaan tanah Keraton Mataram.

Mereka yang memperoleh bagian dari Gunungan tersebut masih mempercayai bahwa sedekah Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat Sri Sultan Hamengku Buwono X tersebut akan membawa berkah bagi kehidupan mereka.

Didit salah satu warga Notoprajan, Ngampilan, Kota Yogyakarta menyatakan dirinya selalu menyempatkan untuk melihat upacara tradisonal kirab Gunungan Grebeg Maulud yang digelar setahun sekali ini.

“Saya jarang melewatkan setiap upacara kirab Gunungan yang dilaksanakan oleh keraton Yogyakarta,” katanya.

Didit mangaku masih mempercayai bila berebut gunungan akan menjadi berkah tersendiri bagi dirinya dan keluarganya.

http://nasional.vivanews.com/news/read/132450-keraton_gelar_kirab_gunungan_grebeg_maulud